Sabtu 14, September 2019

SIAPE NYANG JADI KOMPOR MELEDUKNYE?
"Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasan.” (Amsal 13 : 3)
“Kaleng Rombeng”, “Terompet Karatan”, “Ular Kepala Dua”, “Ember Bocor”, “Kompor Meleduk”; begitulah sebagian dari
julukan yang dipasangkan kawan-kawannya pada dirinya. Si Bocor mulut memang demikian. Tak hanya pandai mencari muka,
bahkan pandai menebar berita dan keburukan orang lain dengan ditambahi “bumbu penyedap”. Jika seorang kawan dengan penuh
percaya “curhat” padanya, dengan ekspresi penuh empati, ditelannya matang-matang curhatan itu. Tetapi, tak lebih dari bilangan
hari, telah tersiarlah isi curhatan si kawan itu.
Dan seringkali, ada saja manusia seperti ini di dalam sebuah tim kerja. Ya, hampir di manapun. Mudah-mudahan, kita
bukanlah salah satu dari spesies jenis jahanam ini.
Apalah untungnya bagi kita, jika menyiarkan ‘kekurangan’ dan problema hidup sesama. Apa pula pahalanya jika kita
menyebarkan berita yang dilebih-lebihkan. Termasuk, apalah faedahnya kita mengejar pujian dari pemimpin atau orang banyak,
jika bahkan, itupun tidak berpengaruh pada penghasilan kita misalnya. Di atas semuanya itu, di mana letak kenikmatannya, ketika
kita menebar benih-benih pertengkaran dan perpecahan. Apakah karena kita merasa telah dimerdekakan oleh darah pengorbanan
Yesus Kristus di kayu salib, serta yakin akan keselamatan kita, maka kita merasa bebas melakukan apapun seenak perut kita?
Ingatlah, kerap kali, hukuman Allah tidak menghampiri kita seketika setelah kita berbuat suatu perbuatan dosa. Namun,
ketika kita sedang merasa asyik dalam kebiasaan melakukan serangkaian dosa dan terlena di dalamnya, muncullah balasan

perbuatan kita itu tanpa kita duga sebelumnya. Dan ingatlah kisah Yesus mengutuk pohon Ara. Ketika Yesus merasa jengkel pada
pohon itu, dibuatnya pohon itu kering dengan “sekonyong-konyong”. Nah, kalau Tuhan sudah bertindak memberi ganjaran, tidak
dapat lagi seorang manusia pun menahan Nya. Lantas, bagaimana Tuhan dapat dimuliakan melalui diri kita, jika kelakuan kita
hanya berisi bibit-bibit perselisihan. [AH]