EDITORIAL BISNIS: Belajar Dari Kepemimpinan Lee

People bow as they pay their respects to the late former prime minister Lee Kuan Yew at Tanjong Pagar community club, in the constituency which Lee represented as Member of Parliament since 1955, in Singapore

Pada akhir pekan ini , Minggu 29 Maret, arwah mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew akan dikebumikan. Almarhum meninggal pada usia 91 tahun pada awal pekan ini.

Sejumlah pemimpin negara dunia diperkirakan datang untuk memberikan penghormatan pada saat pemakaman. Mereka antara lain Presiden RI Joko Widodo, PM Australia Tony Abbott. , PM India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Park Geun Hye, PM Kamboja Hun Sen, PM Myanmar Thein Sein, PM Thailand Prayut Chan-ocha, dan PM Jepang Shinzo Abe.

Kementerian Luar Negeri China memastikan salah satu petinggi mereka akan datang ke pemakaman Bapak Singapura modern itu, kendati belum menyebutkan siapa namanya.

Sementera itu Amerika Serikat mengirim delegasinya yang terdiri antara lain mantan Presiden AS Bill Clinton, mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger, dan mantan penasehat presiden bidang keamanan nasional Thomas Donilon.

Lee memang pantas dihormati. Kepergiannya adalah kehilangan, tidak saja bagi Singapura, tapi bagi dunia.

Kesuksesan Lee terbukti dari kemampuannya menyulap’ negara kota Singapura, dari sebuah negara dunia ketiga setelah merdeka dari Federasi Malaysia, 9 Agustus 1965, menjadi sebuah negara maju yang kita kenal saat ini.

Saat merdeka, Singapura adalah sebuah negara miskin dengan PDB per kapita $511. Saat ini Singapura merupakan salah satu negara dengan PDB per kapita terbesar keempat di dunia dengan $76.237, hampir dua kali lipat dari pendapatan Inggris $37.017 yang pernah menjajahnya.

Dia adalah salah satu pendiri dan sekaligus menjadi Perdana Menteri pertama (1959-1990). Pada masa pemerintahan Goh Chok Tong, Lee menjabat sebagai Menteri Senior. Saat ini jabatan dia ialah Menteri Mentor, sebuah jabatan baru yang dibentuk di bawah kepemimpinan anaknya, Lee Hsien Loong, yang menjadi PM ketiga sejak 12 Agustus 2004.

Sebagai salah satu negara tetangga terdekat, kita mesti memetik banyak pelajaran dari figur kepemimpinan Lee. Pertama, kemampuan untuk menghimpun semua ras dan suku bangsa dalam negara yang pada awalnya sering dirundung konflik rasial.

Lee berhasil menyatukan bangsa Melayu , India dan China menjadi satu kekuatan dalam membangun Singapura berdasarkan prinsip meritokrasi.

Indonesia yang terdiri dari aneka suku, agama dan golongan sampai saat ini sering menghabiskan energi untuk konflik yang tidak berguna. Kita membutuhkan pemimpin bisa merangkul semua, tanpa membeda-bedakan asal primordial, memberi tempat yang sama kepada semua warganya.

Kedua, Lee dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan jujur. Kejujuran ini merupakan modal yang kuat dalam menciptakan birokrasi yang bersih di Singapura , bebas dari korupsi, dan tegas terhadap siapa saja yang memanfaatkan negara demi keuntungan diri sendiri.

Sementara, di Indonesia, berbagai usaha dan perjuangan untuk memberantas korupsi masih jauh dari hasil yang diharapkan. Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen yang tinggi pada pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Bangsa ini juga membutuhkan seorang pemimpin yang jujur dan tegas, tidak mencla-mencle, dan tidak menghabiskan waktu untuk membangun citra pribadi yang tidak bermanfaat secara langsung bagi kesejahteraan rakyat.

Ketiga, Lee adalah pemimpin yang visioner. Dari awal kepemimpinannya, menyadari negaranya yang tidak memiliki SDM yang handal dan miskin sumber daya alam, dia memberi perhatian yang serius pada pendidikan dengan mengirim warganya belajar ke manca negara.

Hasilnya, Singapura berhasil berkembangan menjadi ‘knowledge society’, yang meletakan dasar pembangunannya pada apa yang disebut “masyarakat ilmu pengetahuan”.

Pada masyarakat jenis ini, merujuk Peter Ferdinand Druckers dalam The Age of Discontinuity (1969) atau Daniel Bell (The Coming of Postindustrial Society, 1973) atau Niklas Luhmann (Die Wirtschaft der Gesellschaft, 1988), ilmu pe ngetahuan menjadi faktor produksi utama menggantikan tenaga kerja dan modal dalam perekonomian.

Karena itu, sembari mengucapkan selamat jalan kepada pemimpin Singapura itu, kita pun menaruh harapan, semoga para pemimpin di negeri ini mau meneladani kesuksesan Lee dalam memimpin Singapura menuju negara yang disiplin dan makmur.

Editor : Linda Teti Silitonga
Sumber : http://koran.bisnis.com/