Hidup Melajang Tingkatkan Risiko Pikun

1457171shutterstock-250745014780x390

Hidup melajang memang tak selalu dekat dengan kesepian, namun tak memiliki pasangan dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko mengalami demensia alias pikun.

Demensia ditandai dengan menurunnya kemampuan intelektual dan sosial secara progresif. Beberapa ciri demensia yang umum antara alin penurunan atau hilangnya daya ingat, menalar, menilai, serta berbahasa. Awam menyebutnya dengan pikun. Penyakit ini lebih umum dialami orang berusia lanjut.

Sebuah tinjauan terhadap 14 studi yang dipresentasikan di Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer di London menemukan, mereka yang tidak menikah 42 persen lebih mungkin terkena penyakit ini.

Sementara itu, menjanda atau menduda juga meningkatkan kemungkinan demensia sampai seperempatnya. Namun, risiko yang sama tidak ditemui pada mereka yang bercerai. Demikian kesimpulan para ahli dari University College London dan Camden dan Islington NHS Foundation Trust yang melakukan penelitian.

Gaya hidup selalu aktif dan berinteraksi sosial menjadi faktor penentu di balik temuan tersebut.

Dr Laura Phipps, dari Alzheimer’s Research UK, mengatakan ada penelitian menarik yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menikah umumnya hidup lebih lama dan menikmati kesehatan yang lebih baik.

“Orang yang sudah menikah cenderung lebih beruntung secara finansial, sebuah faktor yang erat dengan banyak aspek kesehatan kita. Pasangan juga membantu kita lebih termotivasi untuk hidup sehat dan memberi dukungan sosial,” kata Phipps.

Penelitian lain menunjukkan bahwa bersosialiasi dapat membantu membangun cadangan kognitif atau sebuah ketahanan mental yang menurunkan risiko terkena penyakit Alhzheimer.

Di usia tua, orang yang tidak menikah atau menjanda cenderung lebih kurang aktif bersosialisasi. Walau hal ini tidak selalu terjadi.

Selain itu, studi terbaru menyebut ada 27 peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres sehingga meningkatkan risiko Alzheimer. Di antaranya adalah peristiwa seperti dipecat, bangkrut atau melihat perceraian orangtua.

Penulis : Kahfi Dirga Cahya
Editor : Lusia Kus Anna
Sumber : nypost.com