Ini Pasal soal Korupsi di Naskah Akademik RKUHP yang Kontroversial

DPR tengah menggodok revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pada naskah akademik RKUHP juga terdapat pasal tentang korupsi.

Pada naskah akademik RKUHP yang diterima detikcom, Selasa (5/6/2018), tindak pidana korupsi termasuk tindak pidana khusus. Berikut ini kutipannya:

Bab Tindak Pidana Khusus hanya berisi core crime (tindak pidana pokok) untuk:

Penempatan dalam Bab tersendiri sebagai TP Khusus didasarkan pada karakteristik khusus yang melekat, yaitu:

a. dampak viktimisasinya besar;
b. sering bersifat transnasional terorganisasi;
c. pengaturan acara pidananya bersifat khusus;
d. sering menyimpang dari asas-asas umum hukum pidana materiil;
e. adanya lembaga-lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat khusus dengan kewenangan khusus;
f. didukung oleh konvensi internasional;
g. merupakan “super mala per se” dan besarnya “people condemnation”.

Atas dasar karakter tersebut yang dimasukkan dalam TP Khusus adalah:

1. Tindak Pidana Berat Terhadap HAM Berat.
2. Tindak Pidana Terorisme.
3. Tindak Pidana Korupsi.
4. Tindak Pidana Pencucian Uang.
5. Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika.

Pasal 7
(Article 20 UNCAC)
Memperkaya Diri Secara Tidak Sah

Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memperkaya diri secara tidak sah, dengan adanya pertambahan kekayaannya yang tidak dapat dijelaskan secara masuk akal berkaitan dengan pendapatannya yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama … dan/atau …;

Alternatif (1):
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memperkaya diri secara melawan hukum, dengan adanya pertambahan kekayaan yang tidak wajar atau tidak sebanding dengan penghasilan atau dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dipidana dengan pidana penjara paling lama … dan/atau …;

Alternatif (2):
Setiap pejabat yang memperkaya diri sendiri secara melawan hukum dalam lingkup jabatannya, yang mengakibatkan adanya pertambahan kekayaan yang tidak wajar atau tidak sebanding dengan penghasilannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama … dan/atau …;

Alternatif (3):
(1) Pejabat yang memperkaya diri berupa peningkatan jumlah kekayaannya secara signifikan dan tidak dapat membuktikan peningkatan tersebut diperoleh secara sah, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori IV
(2) Peningkatan kekayaan secara signifikan yang tidak dapat dibuktikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dirampas.

Namun detikcom belum mendapatkan naskah akademik itu secara lengkap. Sementara itu, sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat menyurati Presiden Jokowi tentang adanya pembahasan pasal tindak pidana korupsi dalam RKUHP. KPK menilai, jika korupsi masuk RKUHP, tindakan tersebut dianggap sebagai kejahatan biasa.

“Kami harap, saat ini, ketika pemberantasan korupsi terancam kembali jika RUU KUHP disahkan, Presiden dapat kembali memberikan sikap yang tegas untuk mengeluarkan delik korupsi dari RUU KUHP,” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis, 31 Mei 2018.

Setelah itu, juga muncul petisi online lewat change.org agar pasal tentang korupsi dikeluarkan dari RKUHP. Petisi tersebut dibuat oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

“Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka hanya kejaksaan dan kepolisian yang dapat menangani kasus korupsi. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi,” tulis ICW dalam petisi tersebut.

Menanggapi hal ini, pemerintah menegaskan bahwa kewenangan KPK tak berkurang meski RKUHP disahkan. Ada pasal yang menegaskan hal tersebut.

“RKUHP menegaskan dalam pasal 729 bahwa pada saat UU ini mulai berlaku, ketentuan bab tindak pidana khusus dalam UU ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam UU masing-masing. Artinya, semua UU tindak pidana khusus masih berlaku, termasuk kewenangan lembaganya,” ujar Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkum HAM Prof Enny Nurbaningsih saat dimintai konfirmasi, Senin (4/6).

 

Sumber : detik.com