Pasca-Libur, Pertimbangkan 5 Saham LQ45 yang Turun Dalam Ini

03d875af-6cd7-4c4d-b6c6-feef83e5001d_169Aktivitas perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kembali dibuka. Mengawali perdagangan besok ada beberapa saham yang mungkin bisa menjadi pilihan untuk ditransaksikan.

Kriteria pertama ketika anda ingin bertransaksi dalam jangka pendek tentu anda berfikir mentransaksikan saham-saham yang likuid. Referensi utama biasanya akan mengacu kepada saham-saham yang ada di daftar LQ45.

Selanjutnya, anda akan menentukan seberapa besar potensi keuntungan yang bisa didapat berdasarkan harga saham terakhir ditransaksikan pada, Jumat 8 Juni 2018. Tentu saja dengan memperhatikan kinerja fundamental emiten yang saham-sahamnya dipilih tersebut.

Nah, jika menyimak saham-saham yang ada di daftar LQ45 ada lima saham yang sudah terkoreksi lebih dari 20% dari awal tahun hingga perdagangan terakhir setelah lebaran. Mungkin ini bisa jadi pertimbangan untuk anda, saham-saham tersebut cukup likuid dan juga tercatat punya fundamental yang tidak terlalu buruk.

Apa saja saham-saham tersebut;

1. Saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
Harga saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dari awal tahun tercatat sebagai saham dengan penurunan harga paling dalam dari seluruh saham di daftar LQ45. Saham operator jalan tol tersebut secara year to date anjlok 27,97% ke level Rp 4.610/saham.

Saat ini, PER JSMR adalah sebesar 14,74 kali, masih dibawah PER industrinya yang sebesar 16,18 kali. Beberapa waktu lalu Moody’s Investors Service menaikkan peringkat utang (rating) dari Baa3 ke Baa2.

Kenaikan rating JSMR mencerminkan ekspektasi Moody’s dalam dukungan penuh pemerintah terhadap perusahaan tersebut. Hal tersebut tercermin dalam kepemilikan saham mayoritas pemerintah di JSMR, serta komitmen perseroan untuk membangun sektor transportasi dan infrastruktur negara khususnya jalan tol.

Manajemen perseroan memang memperkirakan laba bersih perusahaan di tahun 2018 akan tergerus jika dibandingkan dengan laba bersih di tahun lalu. Tingginya beban bunga perusahaan menjadi faktor turunnya profit perusahaan di tahun ini.

Direktur Utama Jasa Marga Desi Arryani mengatakan tahun ini perusahaan akan mengupayakan pendapatan dan EBITDA untuk tetap tumbuh di tahun ini dengan banyaknya ruas tol milik perusahaan yang mulai beroperasi di tahun ini. Meski demikian, pertumbuhan pendapatan dan EBITDA ini belum akan memengaruhi pertumbuhan laba perusahaan di tahun ini.

2. Saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)
Harga saham distribusi minyak, yang juga sudah memulai usaha penjualan minyak ritel, dari awal tahun hingga sebelum libur lebaran tercatat sudah turun 27,87% ke level harga Rp 4.580/saham.

Pada awal tahun ini, pemerintah memastikan AKR Corporindo menjadi pendamping Pertamina dalam menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu selama 5 tahun. Penjualan bensin subsidi ini diperkirakan akan berkontribusi 10% untuk pendapatan perseroan.

Dari sisi kinerja perseroan pada kuartal I-2018 membukukan laba bersih sebesar Rp 929 miliar. Angka ini meningkat 259,5% secara year on year dari laba bersih kuartal I- 2017 sebesar Rp 258,41 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dirilis Kamis (26/4), pendapatan AKRA pada kuartal pertama 2018 mencapai Rp 5,83 triliun. Hasil ini naik 34,33% yoy dari pendapatan kuartal pertama 2017 lalu sebesar Rp 4,34 triliun.

3. Saham PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP)
Harga saham Indocement pada secara year to date terkoreksi 26,54% ke level harga Rp 16.125/saham. Sentimen kelebihan produksi semen nasional sempat menjadi sentimen negatif yang mendorong saham ini terkoreksi dalam.

Sementara itu, dari sisi kinerja mencatatkan pendapatan sebesar Rp 3,44 triliun pada kuartal I 2018 yang naik tipis 1,9% dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy) senilai Rp 3,38 triliun. Namun laba bersih periode berjalan di kuartal I 2018 juga menurun cukup tajam sebesar 46,2% yoy atau Rp 264,3 miliar yang sebelumnya mencapai 491,6 miliar.

4. Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR)
Harga saham perusahaan yang tergabung di Grup Lippo dari awal tahun turun dalam 25,82% ke level Rp 362/saham. Penurunan harga saham tersebut salah satunya disebabkan karena rumor yang bereda bahwa mega proyek Meikarta sempat terhenti, tetapi kabar tersebut langsung dibantah oleh sang pemilik James Riady.

Dari sisi kinerja sepanjang 2017 mengalami tekanan. Laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar 30,39% menjadi Rp 614,17 miliar, pada 2016 laba bersih perusahaan tercatat Rp 882,41 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang baru dirilis hari ini, laba bersih perusahaan tahun ini mengalami penurunan akibat meningkatnya beban pokok pendapatan menjadi Rp 6,33 triliun dan beban usaha menjadi Rp 3,13 triliun.

Padahal, pendapatan perusahaan di tahun lalu justru naik 0,92% menjadi Rp 11,06 triliun, dibanding dngan pendapatan perusahaan sepanjang periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10,96 triliun.

5. Saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
Kinerja keuangan perusahaan yang mengecewakan menjadi alasan utama investor melepas kepemilikan saham HMSP oleh investor. Sepanjang tahun 2017, laba bersih perusahaan turun 0,71% menjadi Rp 12,67 triliun, dari yang sebelumnya Rp 12,76 triliun pada tahun 2016. Pertumbuhan penjualan yang melambat menjadi salah satu penyebab penurunan bottom line perusahaan.

Pada tahun lalu, penjualan perusahaan hanya tumbuh sebesar 3,8% (dari Rp 95,5 triliun menjadi Rp 99,1 triliun). Padahal pada tahun 2016, penjualan tumbuh hingga 7,2% (dari Rp 89,1 triliun menjadi Rp 95,5 triliun).

Catatan buruk tersebut berlanjut pada kuartal-I 2018. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, laba bersih perusahaan turun 8,2% menjadi Rp 3,03 triliun, dari yang sebelumnya Rp 3,3 triliun pada kuartal-I 2017. Lagi-lagi, pos penjualan menjadi momok bagi kinerja keuangan perusahaan. Pada kuartal-I 2018, penjualan perusahaan hanya tumbuh sebesar 2,2% YoY (dari Rp 22,6 triliun menjadi Rp 23,1 triliun). Padahal pada kuartal-I 2017, penjualan perusahaan bisa tumbuh sebesar 3,2% (dari Rp 21,9 triliun menjadi Rp 22,6 triliun).

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com